Ada 3 rumah adat di sana,
yaitu Bumi Padaleman, Bumi Patamon dan Lumbung Padi (Leuit). Bumi padaleman
menyimpan benda-benda berupa naskah kuno daun lontar dan nipah. Sedangkan Bumi
Patamon menyimpan benda-benda yang berupa senjata tajam seperti keris, kujang,
trisula dan alat kesenian yaitu Goong
Renteng yang menjadi cikal bakal
kesenian degung sekarang. Benda-benda peninggalan sejarah dan purbakala di
situs Kabuyutan Ciburuy
(rumah padaleman)
(leuit)
(sebelah kiri: bumi patamon)
Masyarakat
sekitar rutin mengadakan upacara Seba Ciburuy yaitu Ritual tahunan yang diadakan sebagai tanda penghargaan kepada para leluhur,
sekaligus upaya melestarikan peninggalannya. Bagi masyarakat setempat, membuka dan
mengeluarkan benda-benda pusaka dari tempatnya bukan pekerjaan sembarangan.
Melainkan harus dilakukan pada waktu tertentu, sebagaimana selalu dipraktekkan
para leluhurnya. Upacara Seba sendiri mengambil waktu hari Rabu terakhir di
bulan Muharam. Atau bulan pertama pada hitungan tahun hijriah. Rangkaian
upacara Seba antara lain melakukan pembersihan rumah adat, sebelum hari “H”
berlangsung.
Saat upacara Seba berlangsung, kuncen Kabuyutan
Ciburuy selalu mengeluarkan mantra-mantra. Konon, saat mengucapkan itu, sang
kuncen diyakini tengah dirasuki arwah leluhur. Mantra-mantra itulah yang selalu
dinantikan oleh para pengunjung, karena merupakan ramalan kehidupan di masa
yang akan datang. Dengan mendengar mantra-mantra itu, dipercaya seseorang akan
mendapat keberkahan. Pada upacara seba yang berarti “babaktos” diawali dengan
kegiatan “kikis” yang dilakukan pada
rabu pertama
dan kedua
bulan muharam. Kegiatanya mengganti pagar bambu yang mengelilingi situs dengan
pagar bamboo yang baru, yang dilanjutkan dengan upacara puncak tali kikis.
Pada rabu ke tiga, diadakan pasang kikis dan kemudian hajatan di rabu
keempat. Ada ciri khas makanan yang suguhkan yang tidak boleh ditinggalkan oleh
masyarakat sekitar pada hajatan in, yaitu tiga macam pangan dari ketan putih seperti ulen,
wajit, dan ladu. Selain itu, manik tumpeng (tumpeng bodas),anclak, dan pamarab
(babawaan hasil panen). Puncak ritual dalam Seba Ciburuy ini yaitu ritual yang
disebut “nyalikeun atau samawur”. Yang dilanjutkan dengan penyiraman barang –
barang peninggalan dengan menggunakan air kembang dan minyak. Proses ini dilakukan oleh juru kunci yang
merangkap sebagai tokoh adat, bersama tokoh masyarakat. Sang juru kunci, Ujang
Nana Suryana mengatakan, Situs Ciburuy memang tidak cocok dijadikan objek sapta
pesona, namun tempat orang yang berniat untuk berziarah. Jika pada musimnya
tidak kurang dari 300 orang memadati situs ini untuk melakukan ziarah.
Sedikitnya ada empat nama karuhun di situs ini, diantaranya, Eyang Haji Wali
Mustofa, Sembah Dalem Kaputihan, Eyang Kalijaga, dan Eyang Tunjang.
Ritual Seba Ciburuy, adalah bagian dari kearifan masyarakat sunda yang
masih terpelihara dan sarat makna, sayang nampaknya Pemerintah Daerah Kabupaten
Garut kurang memperhatikan keberadaannya, sehingga acara ini hanya terkesan
seremonial dan rutinitas belaka, padahal dari sini kita bisa belajar banyak
tentang kehidupan. Di kawasan Situs Ciburuy juga
terdapat larangan berupa pantangan dimana setiap hari jumat dan hari sabtu
tidak boleh seorangpun memasuki kawasan Situs Ciburuy.
Di sekitar Kampung Ciburuy pun kami
banyak menjumpai anak-anak albino, yang konon katanya pada jaman dahulu kala
saat perjalanan pulang dari Gunung Cikuray, Prabu Kian Santang menemukan
sepasang Buruy (Kecebong) berwarna hitam dan putih, lalu beliau mengawinkan
kedua Buruy tersebut. Dan menurut kepercayaan masyarakat sekitar bahwa anak
albino tersebut lahir dari jelmaan kecebong yang berwarna putih dan hitam.
(tempat shalat para leluhur)
(anak Albino)
(saya bersama keluarga kuncen (sebelah kiri))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar